- Pengertian Kedisiplinan
Secara etimologis, “disiplin” berasal dari bahasa Latin,
desclipina, yang menunjukkan kepada kegiatan belajar mengajar. Istilah tersebut sangat dekat dengan istilah dalam bahasa Inggris,
disciple yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin. Istilah bahasa Inggris lainnya adlah
discipline, yang berarti tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri.
Secara terminologis, banyak pakar yang mendefinisikan disiplin.
Soegarda Poerbakawatja mendefinisikan disiplin adalah “suatu tingkat
tata tertib tertentu untuk mencapai kondisi yang baik guna memenuhi
fungsi pendidikan”.
Tulus Tu’u mengartikan kedisiplinan sebagai kesadaran diri yang muncul
dari batin terdalam untuk mengikuti dan mentaati peraturan-peraturan,
nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu lingkungan tertentu.
Kesadaran itu antara lain, jika dirinya berdisiplin baik, maka akan
memberi dampak yang baik bagi keberhasilan dirinya di masa mendatang.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa disiplin adalah
suatu sikap yang menunjukkan kesediaan untuk menepati atau mematuhi dan
mendukung ketentuan, tata tertib, peraturan, nilai serta kaidah yang
berlaku.
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan di Sekolah
Sikap disiplin akan terwujud jika ditanamkan disiplin secara serentak
di semua lingkungan kehidupan masyarakat, termasuk dalam lingkungan
pendidikan, lembaga dan lingkungan pekerjaan. Penanaman disiplin
nasional harus berlanjut dengan pemeliharaan disiplin dan pembinaan
terus menerus, karena disiplin sebagai sikap mental dapat berubah dan
dapat dipengaruhi lingkungan sekitar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya kedisiplinan di sekoah adalah:
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri elemen sekolah itu
sendiri, baik dari kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Oleh karena
itu, kedisiplinan yang dipengaruhi faktor internal ini meliputi:
a) Minat
Minat adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar.
Seorang guru atau siswa yang memiliki perhatian yang cukup dan
kesadaran yang bai terhadap aturan-aturan yang ditetapkan sekolah
sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kesadaran mereka untuk
melakukan perilaku disiplin di sekolah.
b) Emosi
Emosi adalah suatu keadaan yang mempengaruhi dan menyertai
penyesuaian di dalam diri secara umum, keadaan yang merupakan penggerak
mental dan fisik bagi individu dan dapat dilihat melalui tingkah laku
luar.
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai sikap keadaan atau
perilaku individu. Yang dimaksud dengan warna afektif adalah
perasaan-perasaan tertentu yang dialami seseorang pada saat menghadapi
suatu situasi tertentu. Contohnya: gembira, bahagia, putus asa,
terkejut, benci dan sebagainya.
Zakiah Darajat menyatakan bahwa sesungguhnya emosi memegang peranan
penting dalam sikap dan tindak agama. Tidak ada satu sikap atau tindak
agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa mengindahkan emosinya.
Emosi sangat menentukan sekali terhadap kedisiplinan di sekolah.
Karena emosi menggerakkan rasa kepedulian guru dan siswa atau komponen
sekolah lainnya dalam menaati peraturan yang telah ditetapkan di
sekolah.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor luas yang sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan di sekolah. Faktor ini meliputi:
a) Sanksi dan hukuman
Menurut Kartini Kartono, bahwa “hukuman adalah perbuatan yang secara
intensional diberikan sehingga menyebabkan penderitaan lahir batin
diarahkan untuk membuka hati nurani dan penyadaran si penderita akan
kesalahannya”.
Fungsi hukuman dalam pendidikan sebagai alat untuk memberikan sanksi
kepada guru, siswa dan komponen sekolah lainnya terhadap pelanggaran
yang telah dilakukan, sehingga sanksi atau hukuman ini adalah sebagai
bentuk penyadaran. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Suharsimi
Arikunto dengan teori sistem motivasi yaitu teori yang mengatakan bahwa :
“Jika individu mendapat hukuman, maka akan terjadi perubahan dalam
sistem motivasi dalam diri individu. Perubahan yang terjadi dalam sistem
motivasi tersebut mengakibatkan penurunan pada individu untuk
mengulangi atau menurunkan frekuensi perilaku dan tindakan yang
berhubungan dengan timbulnya hukuman yang bersangkutan”.
b) Situasi dan kondisi sekolah
Jalaluddin Rakhmat menyatakan bahwa faktor situasional sangat
berpengaruh pada pembentukan perilaku manusia seperti faktor ekologis,
faktor rancangan dan arsitektural, faktor temporal, suasana perilaku dan
faktor sosial. Tetapi manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda
terhadap situasi yang dihadapinya sesuai dengan karakteristik personal
yang dimilikinya. Perilaku manusia memang merupakan hasil interaksi yang
menarik antara keunikan individu dengan keunikan situasional.
- Bentuk-bentuk Kedisiplinan di Sekolah
Disiplin bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Perkembangannya
pada anak sangat dipengaruhi oleh faktor “ajar” atau pendidikan. Displin
selalu berkaitan dengan sikap, yaitu kesediaan bereaksi atau bertindak
terhadap objek atau keadaan tertentu. Sikap selalu dihadapkan pada
pilihan untuk menerima atau menolak, bertindak positif atau negatif.
Sikap (sering disebut sikap mental) berkembang dalam proses keinginan
untuk mendapat kepuasan, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua
keinginan dapat terpenuhi, karena keinginan banyak orang beraneka ragam
sehingga perlu adanya peraturan, tata tertib, nilai atau norma yang
harus dipatuhi.
Agar dapat memenuhi atau menahan keinginan tersebut, individu yang
bersangkutan harus dapat menahan diri, menguasai diri untuk tunduk pada
peraturan dan patuh pada nilai atau norma yang berlaku. Disiplin selain
berhubungan dengan penguasaan diri juga dengan rasa tanggung jawab.
Orang yang disiplin cenderung patuh, mendukung dan mempertahankan
tegaknya peraturan dan nilai yang berlaku. Sikap ini menunjukkan adanya
rasa tanggung jawab yang dapat berkembang menjadi sikapnya dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk merealisasikan kedisiplinan sekolah, maka kedisiplinan sekolah dapat berupa:
1) Disiplin dalam mentaati tata tertib sekolah
Tata tertib sekolah dibuat dan disusun dengan tujuan menolong siswa
menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kedisiplinan di sekolah
kaitannya dengan mentaati tata tertib pada dasarnya menjadi alat
pendidikan bagi pengembangan kepribadian yang lebih dewasa.
Berkenaan dengan ini, jika ada guru atau siswa yang melanggar, mereka
diberi sanksi yang mendidik. Bila ada yang melanggar berungkali, diberi
sanksi yang lebih berat dan lain sebagainya.
2) Disiplin waktu sekolah
Waktu adalah suatu hal yang tidak ternilai harganya. Karena waktu
merupakan masa yang berjalan, sehingga orang yang tidak memanfaatkan
waktu dengan sebaik-baiknya, maka akan digilas oleh waktu.
Pemanfaatan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan bagian yang
integral dari perilaku disiplin. Oleh karena itu, disiplin waktu dalam
sekolah tidak hanya bagi guru, namun juga bagi siswa. Sehingga dengan
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, seseorang akan dapat mencapai tujuan
yang diinginkan.
Dalam sekolah, pemanfaatan waktu yang kurang baik akan menganggu
proses belajar mengajar. Misalnya, seorang guru yang datang terlambat
mengajar, maka akan rugi terhadap waktu yang tinggalkan. Siswa yang
tidak memanfaatkan waktunya untuk belajar, maka sudah barang tentu akan
ketinggalan materi yang dipelajari.
3) Disiplin dalam berpakaian
Meskipun seseorang dapat memakai pakaian sesuai dengan keinginannya,
namun dalam hal-hal tertentu berpakaian juga harus diatur, lebih-lebih
dalam lingkungan sekolah. Melatih siswa untuk berseragam adalah
mendidik. Karena hal ini akan menciptakan jati diri siswa yang bersih,
peduli diri sendiri. Namun demikian, jika hal itu tidak ditunjang oleh
guru yang berpakaian dengan baik, maka siswa juga akan sembarangan dalam
berpakaiannya.
- Siswa
1) Pengertian Siswa
Kata “murid” dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian orang yang sedang berguru.
Menurut Ahmad Warson Al-Munawwir dalam kamusnya “
al-Munawwir” bahwa “murid” adalah orang yang masa-masa belajar.
Sedangkan kata “murid” menurut John M. Echold dan Hassan Shadily adalah orang yang belajar (pelajar).
Istilah lain yang berkenaan dengan murid (pelajar) adalah
al-thalib. Kata ini berasal dari bahasa Arab,
thalaba, yathlubu, thalaban, thalibun yang berarti “orang yang mencari sesuatu”.
Pengertian ini dapat dipahami karena seorang pelajar adalah orang yang
tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dan
pembentukan kepribadiannya untuk bekal kehidupannya di masa depan agar
berbahagia dunia dan akhirat.
Kata
al-thalib ini selanjutnya lebih digunakan untuk pelajar pada perguruan tinggi yang selanjutnya disebut mahasiswa. Penggunaan kata
al-thalib
untuk mahasiswa dapat dimengerti karena seorang mahasiswa sudah
memiliki bekal pengetahuan dasar yang ia peroleh dari tingkat pendidikan
dasar dan lanjutan, terutama pengetahuan tentang membaca, menulis dan
berhitung. Dengan bekal pengetahuan dasar ini, ia diharapkan memiliki
bekal untuk mencari, menggali dan mendalami bidang keilmuan yang
diminatinya dengan cara membaca, mengamati, memilih bahan-bahan bacaan,
seperti buku-buku, surat kabar, majalah, fenomena sosial melalui
berbagai peralatan dan sarana pendidikan lainnya, terutama bahan bacaan.
Bahan bacaan tersebut setelah dibaca, ditelaah dan dianalisa
selanjutnya dituangkan dalam berbagai karya ilmiah seperti artikel,
makalah, skripsi, tesis, desertasi, laporan penelitian dan lain
sebagainya.
Istilah
al-thalib selanjutnya banyak digunakan oleh para
ahli pendidikan Islam klasik sampai dengan zaman sekarang ini. Di antara
yang menggunakan istilah
al-thalib adalah Imam al-Ghazali. Dalam hubungan ini ia mengatakan: bahwa
al-thalib
bukan kanak-kanak yang belum dapat berdiri sendiri, dan dapat mencari
suasana, melainkan ditujukan kepada orang yang memiliki keahlian,
berpengetahuan, mencari jalan dan mendahulukan sesuatu yang bermanfaat
baginya.
Kesempatan belajar yang diciptakan dosen adalah agar merangsang para
mahasiswa belajar, berfikir, melakukan penalaran yang memungkinkan para
mahasiswa dan dosen tercipta hubungan sebagai mitra. Minat dan
pemahaman, timbal balik antara dosen dan mahasiswa ini akan memperkaya
kurikulum dan kegiatan belajar mengajar pada bersangkutan.
Dengan demikian, dalam arti
al-thalib, seorang murid lebih
bersifat aktif, mandiri, kreatif dan tidak bergantung kepada guru.
Bahkan dalam beberapa hal ia dapat meringkas, mengkritik dan menambahkan
informasi yang disampaikan oleh guru atau yang lebih dikenal sebagai
dosen atau supervisor. Dalam kontek ini seorang dosen harus bersikap
demokratis, memberi kesempatan dan menciptakan suasana kelas yang bebas,
untuk mendorong mahasiswa untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka
hadapi.
2) Kedisiplinan Siswa
Kedisiplinan siswa dalam lingkungan sekolah memiliki peranan yang
sangat penting. Sikap disiplin dalam sekolah adalah sangat perlu, karena
kedisiplinan akan menghasilkan karya yang diharapkan. Jika koki kurang
berdisiplin dengan memberi garam, kecap, atau cabai terlalu banyak, rasa
makanan tidak enak.
Bentuk-bentuk kedisiplinan siswa di sekolah adalah sebagai berikut:
a) Kedisiplinan mentaati tata tertib sekolah
Tata tertib sekolah pada dasarnya merupakan rangkaian aturan/kaidah
dan berisi aturan positif yang harus ditaati oleh elemen sekolah. Oleh
karena itu, pelanggaran terhadap tata tertib yang telah diberlakukan
sekolah, maka akan menimbulkan sanksi.
Tata tertib di sekolah bagi siswa adalah bagaimana siswa melaksanakan
aturan yang telah ditentukan sekolah, misalnya berseragam, bersepati
dan lain sebagainya. Peraturan ini ditetapkan sebagai upaya untuk
menciptakan kedisiplinan bagi siswa dan mendidik sikap dan perilakunya
dalam lingkungan sekolah.
b) Kedisiplinan belajar di sekolah
Belajar mengajar menurut W.H. Burton sebagaimana dikutip oleh Moh.
Uzer Usman didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan
individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi
dengan lingkungannya.